Home » The Origin of Blond Afros in Melanesia » Kepulauan Pasifik kepung Australia, West Papua tetap jadi agenda PIF 2020

Kepulauan Pasifik kepung Australia, West Papua tetap jadi agenda PIF 2020

by admin
The ULMWP Delegation with Vanuatu Foreign Minister at PIF Summit Tuvalu 2019
The ULMWP Delegation with Vanuatu Foreign Minister at PIF Summit Tuvalu 2019

Jayapura, Jubi – Komunike Forum Kepulauan Pasifik (PIF) yang dirilis Kamis (15/8/2019) malam menegaskan kembali pernyataan negara-negara Kepulauan Pasifik yang mendesak Pemerintah Indonesia dan Komisaris Tinggi HAM PBB untuk memastikan waktu kunjungan ke Papua. Laporan dari kunjungan ini diharapkan selesai sebelum forum ini bertemu lagi pada 2020 di Vanuatu.

“Semua negara setuju dengan bagian West Papua dalam komunike itu. Hanya Australia yang tidak sepakat,” ungkap Benny Wenda, Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Sementara dua negara utama di Pasifik lainnya, Selandia Baru dan Papua Nugini menurut Wenda  juga mendukung komunike.

Papua Nugini yang selama ini selalu berseberangan dengan saudaranya dalam forum regional Pasifik kali ini memberikan dukungan yang sangat kuat pada isu Papua untuk diakomodir dalam komunike.

“Ini merupakan pertanda bahwa negara-negara kepulauan Pasifik memiliki pengaruh terhadap Australia yang jarang mereka pertahankan di masa lalu,” ujar Wenda.

Menurutnya, ada perubahan dinamika di Pasifik tentang masalah West Papua setelah perubahan kepemimpinan di negara-negara utama.

Komunike PIF ini, lanjut Wenda, mencantumkan tiga poin (35-37) tentang West Papua. Poin 35 menyebutkan pemimpin Pasifik mengakui kedaulatan Indonesia atas West Papua namun para pemimpin juga mengakui laporan-laporan meningkatnya kekerasan dan berlanjutnya dugaan pelanggaran HAM di West Papua. Para pemimpin menekankan dan menegaskan kembali posisi forum untuk meningkatkan kepeduliannya pada kekerasan yang terjadi.

Poin 36 menyebutkan para pemimpin Pasifik mendesak para pihak untuk melindungi dan menegakan HAM setiap warga negara dan bekerja untuk mengatasi akar penyebab konflik dengan cara damai. Selanjutnya, para pemimpin setuju untuk memelihara dialog yang terbuka dan konstruktif dengan Indonesia pada persoalan dugaan pelanggaran HAM dan kekerasan di West Papua.

Pemimpin Pasifik pada poin 37 menegaskan menyambut baik undangan pemerintah Indonesia kepada Komisioner Tinggi HAM PBB untuk berkunjung ke Papua. Para pemimpin menganjurkan agar kedua belah pihak memastikan tanggal kunjungan ke West Papua.

“Para pemimpin Pasifik berharap mendapatkan laporan kunjungan Komisioner HAM PBB tentang situasi di Papua sebelum pertemuan selanjutnya di Vanuatu pada tahun 2020,” kata Wenda.

Negara-negara Pasifik menurut Wenda, tidak bisa lagi mengabaikan masalah yang terjadi di West Papua. Posisi Australia yang tidak sepakat terhadap isu West Papua dalam komunike namun mau tidak mau harus setuju dengan negara-negara forum lainnya menunjukan hal itu.

Wenda setuju dengan analisa yang mengatakan perubahan besar terjadi pada Papua Nugini dengan perubahan pemerintahannya. Hilangnya Rimbink Pato, Menteri Luar Negeri Papua Nugini yang selama hampir tujuh tahun dekat dengan Indonesia dan terbukti efektif dalam mengatasi masalah West Papua baik di dalam Forum dan Melanesian Spearhead Group, berpengaruh pada keputusan forum atas isu West Papua.

Sementara Menteri Luar Negeri Vanuatu, Ralph Regenvanu mengatakan dua menteri luar negeri yang relatif baru di Fiji dan Kepulauan Solomon memberikan darah segar ke blok Melanesia.

Regenvanu mengatakan Pemerintah Fiji, yang sampai sekarang tidak mau mempertanyakan posisi Indonesia tentang West Papua siap untuk mendukung dorongan regional tentang masalah hak asasi manusia, selama penentuan nasib sendiri tidak dibahas,

Solidaritas akar rumput di Pasifik, lanjut Regenvanu terus tumbuh ketika tanda-tanda bahwa situasi hak asasi manusia di Papua semakin memburuk dan menuntut perhatian internasional. Pelapor hak asasi manusia PBB sangat khawatir tentang budaya impunitas dan kurangnya investigasi terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua oleh polisi dan militer.

“Selain itu, Dewan Gereja Dunia baru-baru ini mengunjungi Papua dan merasa was-was pada peningkatan pelanggaran HAM di West Papua,” ujar Regenvanu. (*)

You may also like

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00