176
New York, Jubi – Delegasi Kaledonia Baru telah berbicara didepan Komite Dekolonisasi PBB di New York mengenai referendum kemerdekaan wilayah tersebut yang semakin dekat.
Gerakan FLNKS yang pro-kemerdekaan Kaledonia Baru mengatakan kepada Komite Dekolonisasi PBB bahwa masih ada masalah dengan Perjanjian Noumea yang merupakan peta jalan untuk referendum penentuan nasib sendiri Negara tersebut tahun depan.
Saat berbicara kepada Komite tersebut, seorang delegasi FLNKS Michael Forrest mengatakan beberapa segi perjanjian itu tidak dihormati.
Forrest juga mengatakan pemanfaatan sumber daya alam tidak menguntungkan penduduk setempat.
“Saya mendapat kehormatan untuk meminta langsung Anda untuk menyetujui pengiriman misi dari komite ini untuk berkunjung selama referendum. Kita harus membantu kuasa administratif untuk membebaskan diri dari semua sisa-sisa kolonialisme,” katanya.
Referendum kemerdekaan pertama diadakan pada tahun 1987 dimana Prancis menolak kedatangan pengamat PBB.
Lebih dari 98 persen memilih menentang kemerdekaan namun kelompok-kelompok seperti FLNKS memboikot referendum tersebut.
Sementara itu, pihak anti-kemerdekaan Kaledonia Baru mengatakan kepada komite bahwa referendum penentuan nasib sendiri tahun depan harus dilakukan dengan transparan.
Politisi Loyalis Gael Yanno menyatakan pentingnya pemungutan suara diadakan sedemikian rupa sehingga hasilnya tidak dapat ditantang.
Yanno mengklaim bahwa bertentangan dengan pernyataan pihak pro-kemerdekaan, tidak ada penyimpangan dalam proses pengaturan plebisit kemerdekaan itu.(Elisabeth C.Giay)
New York, Jubi – Delegasi Kaledonia Baru telah berbicara didepan Komite Dekolonisasi PBB di New York mengenai referendum kemerdekaan wilayah tersebut yang semakin dekat.
Gerakan FLNKS yang pro-kemerdekaan Kaledonia Baru mengatakan kepada Komite Dekolonisasi PBB bahwa masih ada masalah dengan Perjanjian Noumea yang merupakan peta jalan untuk referendum penentuan nasib sendiri Negara tersebut tahun depan.
Saat berbicara kepada Komite tersebut, seorang delegasi FLNKS Michael Forrest mengatakan beberapa segi perjanjian itu tidak dihormati.
Forrest juga mengatakan pemanfaatan sumber daya alam tidak menguntungkan penduduk setempat.
“Saya mendapat kehormatan untuk meminta langsung Anda untuk menyetujui pengiriman misi dari komite ini untuk berkunjung selama referendum. Kita harus membantu kuasa administratif untuk membebaskan diri dari semua sisa-sisa kolonialisme,” katanya.
Referendum kemerdekaan pertama diadakan pada tahun 1987 dimana Prancis menolak kedatangan pengamat PBB.
Lebih dari 98 persen memilih menentang kemerdekaan namun kelompok-kelompok seperti FLNKS memboikot referendum tersebut.
Sementara itu, pihak anti-kemerdekaan Kaledonia Baru mengatakan kepada komite bahwa referendum penentuan nasib sendiri tahun depan harus dilakukan dengan transparan.
Politisi Loyalis Gael Yanno menyatakan pentingnya pemungutan suara diadakan sedemikian rupa sehingga hasilnya tidak dapat ditantang.
Yanno mengklaim bahwa bertentangan dengan pernyataan pihak pro-kemerdekaan, tidak ada penyimpangan dalam proses pengaturan plebisit kemerdekaan itu.(Elisabeth C.Giay)