204

Nukuʻalofa, Jubi – Menteri Pasifik Selandia Baru, Apito William Sio menyampaikan Kiribati dan Tuvalu bagaikan burung kenari di tambang batu bara yang akan memicu alarm pertama dampak perubahan iklim.
Menteri Sio menyebutkan dua negara di Kepulauan Pasifik tersebut, sebagai contoh utama kampanye pendidikannya tentang perubahan iklim, ketika dia dan partainya masih berada di blok oposisi.
Sio menuturkan bahwa setiap orang memiliki tingkat pengetahuan dan pendapat yang berbeda mengenai isu perubahan iklim.
“Orang-orang yang mengetahui lebih dalam akan isu ini, memiliki rasa urgensi. Tapi masih banyak juga orang yang tidak tahu. Masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan.”
Ia mengaku pernah mengunjungi Tuvalu dan Kiribati pada 2016. Sejak saat itu ia menunjukkan video-video yang direkamnya, untuk menggambarkan dampak perubahan iklim di dua kelompok kepulauan tersebut, serta masyarakatnya sebagai bagian utama dari kampanye pendidikan yang dijalankannya.
Video-video itu menampilkan masyarakat lokal yang membahas tentang perubahan iklim dan bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan mereka.
Sio menerangkan sekarang iklim ekstrem sering terjadi. Musim-musim berubah. “Di Kiribati, banjir laut menghancurkan tanaman pangan, rumah-rumah, dan lokasi pemakaman.”
Polusi air tanah menyebabkan air tidak lagi bersih, dan menimbulkan wabah penyakit diare, pun penyakit lainnya yang ditularkan melalui air, sehingga meningkatkan angka kematian anak-anak.
Kedua negara kepulauan itu juga menghadapi masalah yang berkelanjutan dalam pengelolaan limbah, ketahanan pangan, pertumbuhan populasi, dan ketergantungan pada barang-barang impor.
“Namun, rakyat dan pemerintah Kiribati dan Tuvalu terus bekerja keras untuk mempertahankan pulau mereka.”
Di Kiribati, pemerintah membangun tembok laut yang terbuat dari batu yang diimpor dari Fiji, sementara di Tuvalu mereka mereklamasi pinggiran laut.
Penanaman mangrove di pinggiran pantai sepanjang garis laut, juga merupakan bagian dari pertahanan negara kepulauan tersebut. “Ini tentang anak-anak kita,” tegas Sio.
“Ingat burung kenari di tambang batu bara. Saat burung itu mati, kita semua dalam keadaan berbahaya,” tambahnya. (Kaniva Tonga News)

Hutan mangrove di Pātangata, Tonga. -Kaniva Tonga News/Kalino Lātū
Nukuʻalofa, Jubi – Menteri Pasifik Selandia Baru, Apito William Sio menyampaikan Kiribati dan Tuvalu bagaikan burung kenari di tambang batu bara yang akan memicu alarm pertama dampak perubahan iklim.
Menteri Sio menyebutkan dua negara di Kepulauan Pasifik tersebut, sebagai contoh utama kampanye pendidikannya tentang perubahan iklim, ketika dia dan partainya masih berada di blok oposisi.
Sio menuturkan bahwa setiap orang memiliki tingkat pengetahuan dan pendapat yang berbeda mengenai isu perubahan iklim.
“Orang-orang yang mengetahui lebih dalam akan isu ini, memiliki rasa urgensi. Tapi masih banyak juga orang yang tidak tahu. Masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan.”
Ia mengaku pernah mengunjungi Tuvalu dan Kiribati pada 2016. Sejak saat itu ia menunjukkan video-video yang direkamnya, untuk menggambarkan dampak perubahan iklim di dua kelompok kepulauan tersebut, serta masyarakatnya sebagai bagian utama dari kampanye pendidikan yang dijalankannya.
Video-video itu menampilkan masyarakat lokal yang membahas tentang perubahan iklim dan bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan mereka.
Sio menerangkan sekarang iklim ekstrem sering terjadi. Musim-musim berubah. “Di Kiribati, banjir laut menghancurkan tanaman pangan, rumah-rumah, dan lokasi pemakaman.”
Polusi air tanah menyebabkan air tidak lagi bersih, dan menimbulkan wabah penyakit diare, pun penyakit lainnya yang ditularkan melalui air, sehingga meningkatkan angka kematian anak-anak.
Kedua negara kepulauan itu juga menghadapi masalah yang berkelanjutan dalam pengelolaan limbah, ketahanan pangan, pertumbuhan populasi, dan ketergantungan pada barang-barang impor.
“Namun, rakyat dan pemerintah Kiribati dan Tuvalu terus bekerja keras untuk mempertahankan pulau mereka.”
Di Kiribati, pemerintah membangun tembok laut yang terbuat dari batu yang diimpor dari Fiji, sementara di Tuvalu mereka mereklamasi pinggiran laut.
Penanaman mangrove di pinggiran pantai sepanjang garis laut, juga merupakan bagian dari pertahanan negara kepulauan tersebut. “Ini tentang anak-anak kita,” tegas Sio.
“Ingat burung kenari di tambang batu bara. Saat burung itu mati, kita semua dalam keadaan berbahaya,” tambahnya. (Kaniva Tonga News)